GAYATREND.com – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta kepada orang tua yang terpapar Covid-19 untuk melakukan mitigasi risiko untuk melindungi keluarga dan anak dari paparan Corona.
Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti mengatakan berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia (WHO) tercatat ada 4 juta kematian akibat Covid-19 di seluruh dunia, dan setidaknya 2 juta anak mesti kehilangan orang tua maupun kakek-neneknya.
Fenomena anak-anak kehilangan orang tua serentak secara global ini juga pernah juga terjadi saat serangan Ebola dan HIV. Namun, pandemi Covid-19 benar-benar memberi duka mendalam bagi anak di seluruh dunia karena angka kematiannya cukup tinggi.
Menurut Retno, berdasarkan studi yang dilakukan Lancet di 21 negara yang mencakup hampir 80 persen kematian akibat Covid-19 di seluruh dunia tersebut, juga menyebutkan jumlah keseluruhannya anak-anak yang ditinggal kedua orang tuanya atau pengasuhnya, hingga awal Juli 2021, setidaknya ada 1,5 juta anak.
“Angkanya menjadi 2 juta jika ditambah dengan data anak-anak yang kehilangan orang tua, ditambah kehilangan kakek-nenek ataupun pengasuh mereka yang tinggal bersama dalam satu rumah,” terang Retno, Selasa (27/7/2021).
Atas kondisi banyaknya anak-anak Indonesia yang kehilangan orang tua atau pengasuhnya, Ketua DPR RI, Puan Maharani mengatakan anggaran negara untuk penanganan Covid-19 memang penting untuk digunakan penanggulangan masalah kesehatan dan ekonomi rakyat terdampak pandemi. Namun, katanya, belanja untuk perlindungan anak juga hal yang tak kalah penting.
“KPAI sepakat dengan pernyataan Ketua DPR RI, dan berharap bantuan untuk ribuan anak Indonesia yang kehilangan salah satu atau kedua orangtuanya akibat covid dapat dianggarkan melalui APBN,” kata Retno Listyarti.
Ia menceritakan, kisah pilu dari Kalimantan Timur (Kaltim), di mana dua bocah laki-laki di dua daerah berbeda yaitu, Alviano Dava Raharjo di Kutai Barat, dan Arga di Kutai Kartanegara (Kukar), harus kehilangan ayah dan ibu kandungnya karena Covid-19.
Bocah berusia 10 tahun itu kini harus hidup seorang diri setelah kedua orang tuanya meninggal dunia. “Ayah dan ibu Vino meninggal tepat pada hari raya Idul Adha, 20 Juli karena terpapar COVID-19. Vino sendiri sempat menjalani isolasi mandiri ditemani keluarga ayahnya,” ungkap Retno.
Tak hanya itu, duka mendalam juga dirasakan oleh Arga. Bocah laki-laki berusia 13 tahun itu juga ditinggal ayah dan ibu kandungnya karena Covid -19.
“Arga terlihat menghadiri pemakaman ibunya bahkan mengadzankan, Deasy Setiawati (40) di permakaman Muslimin Kelambu Kuning Tenggarong, Kukar. Dua hari sebelumnya, Arga ditinggal sang ayah, Alihusni (45),” kata Retno menceritakan.
Saat ini ungkap Retno, Arga juga masih menunggu kondisi dua saudaranya, yakni Arya (17) dan Abai (10) yang mulai membaik.
“Kakak dan adik Arga itu saat ini masih menjalani isolasi di Wisma Atlet Tenggarong Seberang. Sedangkan saudaranya yang paling kecil, Dilla (4), menjalani isolasi mandiri di rumah kerabatnya,” cetusnya.
Atas kejadian kejadian tersebut, KPAI merekomendasikan agar pemerintah daerah dan pemerintah pusat perlu segera memilah data dan mengumumkan anak-anak di bawah umur yang kehilangan salah satu atau kedua orang tuanya.
“Pemetaan wilayah di mana anak-anak itu tinggal juga penting, agar intervensi Negara bisa dilakukan melalui dinas-dinas terkait di daerah maupun Kementerian Sosial dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA),” tegasnya.
Selain itu, kata Retno, setelah data diperoleh, maka pemerintah harus berfokus untuk segera menyediakan dukungan psikososial dan ekonomi pada anak-anak yang kehilangan orang tua dan pengasuh mereka akibat pandemi. Karena, anak-anak yang kehilangan pengasuh dalam waktu singkat lebih rentan mengalami kesehatan mental, penyakit kronis serta penyalahgunaan zat terlarang saat dewasa.
Terakhir, pemerintah perlu membangun komunikasi dengan masyarakat tentang perlunya keluarga mempersiapkan mitigasi risiko. Dalam mitigasi risiko, ketika ayah atau ibu terpapar Covid-19 dan sedang menjalani isolasi mandiri, mereka perlu sesegera mungkin berbicara dengan anggota keluarga besar tentang siapakah yang selanjutnya akan merawat, dan membesarkan anak-anak mereka jika hal yang terburuk terjadi.
“Tujuannya ialah memastikan kejelasan tentang siapakah yang selanjutnya akan ditunjuk untuk merawat anak-anak untuk menjamin akses pendidikan mereka, dan melindungi mereka dari ancaman perkawinan anak dan perdagangan anak. Mitigasi ini perlu terutama jika anak yang ditinggalkan masih balita atau berada pada usia anak,” tukas Retno.